Makna Cinta yang Sesungguhnya

Makna-Cinta-yang-Sesungguhnya
Bagikan
Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Kata cinta adalah sebuah kata yang tak asing lagi di kalangan masyarakat pada umumnya. Bahkan sejak manusia pertama di ciptakan, rasa itu sudah ada. Kata cinta sendiri merupakan bentuk dari ungkapan kasih sayang.

Cinta adalah suatu emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Cinta juga dapat diartikan sebagai suatu perasaan dalam diri seseorang akibat faktor pembentuknya. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. (Wikipedia)

Cinta merupakan sebuah anugerah terindah yang diberikan Sang Pencipta untuk dirasakan oleh makhluk-Nya. Indahnya cinta memang bisa membuat kita serasa di mabuk asmara. Namun getirnya pun mampu menyayat hati menjadi tak berdaya.

Islam memiliki pandangan yang sangat luas tentang cinta. Dalam Islam, cinta berada dalam posisi tertinggi, sehingga banyak hadis Rasulullah SAW, yang menjelaskan tentang cinta. Cinta banyak sekali macamnya ; Cinta pada Allah SWT dan Rasulullah SAW, cinta kepada orang tua, karib kerabat, pasangan dan lainnya. Akan tetapi, posisi tertinggi dari cinta adalah Ketika bisa mencintai Allah dan Rasul-Nya, melebihi kecintaan kepada makhluk-Nya.

Sebesar apa pun rasa cinta yang di miliki, harusnya tidak lebih besar dari rasa cinta kepada Allah, sebab Dia lah Sang Pencipta. Sebagaimana hadis Nabi SAW, tentang cinta kepada Allah.

Riwayat dari Abdullah bin Abbas ra, berkata, Rasulullah SAW, bersabda: “Cintailah Allah atas anugerah nikmat yang diberikan kepadamu, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena mencintaiku.” (HR.At-Tirmidzi dan Al-Hakim)

Rasulullah SAW, telah bersabda: “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon cinta-Mu dan cintanya orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan pada suatu amalan yang dapat mendekatkanku untuk senantiasa mencintai-Mu.” (HR. At-Tirmdzi)

Makna cinta ini sangat menghunjam dalam jiwa para Sahabat Rasulullah SAW. Mereka membuktikan bahwa rasa cinta kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW sangatlah besar.

Sebagaimana Ali ketika berbaring tidur menggantikan Rasulullah SAW di atas kasur Nabi, padahal dia tahu bahwa sekelompok orang telah berkumpul untuk membunuh Rasulullah SAW, dan Dia juga tahu bahwa risikonya sangat besar, yaitu terbunuh.

Makna cinta adalah ketika Bilal tidak mengumandangkan azan, setelah Rasulullah SAW wafat. Lalu ketika Bilal mengumandangkan azan kembali atas permintaan Umar setelah Baitul Maqdis ditaklukkan, tidak pernah ada tangisan yang membahana sebelumnya, setelah mengucapkan “Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah”.

Makna cinta adalah ketika Zubair mendengar kabar terbunuhnya Rasulullah SAW, lalu dia pun keluar dengan menyeret pedangnya di jalan-jalan kota Mekkah, padahal usianya baru 15 tahun.

Makna cinta adalah ketika Rabi’ah bin Ka’ab, saat Rasulullah SAW bertanya kepadanya :”Apa yang kamu butuh kan?”. Rabi’ah pun menjawab :”Aku minta agar aku bisa mendampingimu di Surga”.

Makna cinta adalah ketika Rasulullah SAW bertanya kepada Tsauban :”Apa yang membuat warna (wajahmu) berubah?”. Lalu Tsauban menjawab :”Aku tidak sakit dan terluka, hanya saja jika aku tidak melihatmu, aku menjadi sangat rindu sampai aku bertemu denganmu.

Makna cinta adalah ketika Abu Bakr berkata kepada Rasulullah SAW, sebelum memasuki Gua (Tsur) :”Demi Allah, janganlah Engkau masuk, sebelum aku masuk terlebih dahulu. Jika ada sesuatu di dalam gua ini, maka aku lah yang terkena, bukan Engkau.

Makna cinta adalah ketika Abu Bakr menangisi Rasulullah SAW, ketika tampak tanda-tanda Rasullah SAW wafat, lalu Rasulullah SAW menenangkannya dan bersabda :”Janganlah kamu menangis. Jika saja aku boleh menjadikan kamu seorang kekasih dari golongan manusia, aku pasti menjadikan Abu Bakr sebagai kekasihku”.

Begitulah makna cinta yang sebenarnya dalam Islam, sebagaimana kecintaan para sahabat jauh lebih besar kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dari Anas r.a, Rasulullah SAW, bersabda: “Tidak sempurna keimanan seseorang diantara kalian hingga ia lebih mencintai aku daripada kedua orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya.”

Cinta kepada Allah merupakan suatu keabadian. Tidak hanya ketika kita semua hidup di bumi, namun juga saat kita meninggal hingga menuju ke alam keabadian, yaitu Negeri Akhirat.

Wallahu’alam Bis-Shawwab

Penulis : Nurhaima Fakhrun Nisa’

Hubungi Kami

Subscribe Channel Kami

Copyright © 2021 Simaq- Pusat Belajar Al Qur'an

Home

Wakaf

Program

Donasi

Sejarah

Visi & Misi

Management

Salam Pimpinan

Kontak Kami

Laporan

Tahsin

Tahfizh

Private

Event

Akademi

Galerry kegiatan