Dengan Hijab, Kita Akan Mulia

Dengan Hijab, Kita Akan Mulia
Bagikan
Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Ya, hijab bukan lagi kata yang baru di dengar, melainkan kata (hijab) yang saat ini familiar di tengah-tengah masyarakat. Hijab juga tidak di telan zaman bahkan sangat banyak yang menggunakannya saat ini, baik di jadikan sebagai bentuk ketaatan kepada Rob-nya atau di jadikan ladang bisnis. Semakin hari, hijab begitu di kagumi baik dari kalangan remaja, dewasa, orang tua maupun anak kecil sekalipun. Semakin majunya suatu zaman, maka semakin beraneka macam bentuk dan model dari hijab tersebut. Padahal hijab berfungsi untuk menutupi aurat wanita dari pandangan yang tidak halal. Dalam islam, Allah begitu memuliakan wanita dengan sebaik-baik kemuliaan.

Pengertian Hijab

Hijab (bahasa Arab: حجاب‎, ħijāb) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “penghalang atau penutup”. Hijab adalah segala hal yang menutupi sesuatu yang dituntut untuk ditutupi atau terlarang untuk menggapainya. Diantara penerapan maknanya hijab dimaknai dengan as sitr (penutup) yaitu yang menghalangi sesuatu agar tidak bisa terlihat.

Abul Baqa’ Al Hanafi juga menjelaskan bahwa “setiap yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi atau menghalangi hal-hal yang terlarang untuk digapai maka itu adalah hijab”. Dengan demikian, istilah hijab memiliki makna yang luas. Pada beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara Barat, kata hijab lebih sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh wanita muslim. Dengan demikian hijab muslimah adalah segala hal yang menutupi hal-hal yang dituntut untuk ditutupi bagi seorang Muslimah. Jadi hijab muslimah bukan sebatas yang menutupi kepala atau menutupi rambut atau menutupi tubuh bagian atas saja. Namun hijab muslimah mencakup semua yang menutupi aurat, lekuk tubuh dan perhiasan wanita dari ujung rambut sampai kaki.

Dengan hijab, bisa menjadikan wanita terjaga dari fitnah. Sebab salah satu fungsi-nya yaitu untuk menjaga. Allah Swt berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ

“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertobat, maka bagi mereka azab Jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar.” (Q.s Al-buruj : 10)

Perintah Menggunakan Hijab

Allah Swt memerintah kepada kaum Muslimah (perempuan) untuk menutupi aurat. Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha, beliau berkata :

“Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpaling darinya dan bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”. Beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.” (HR. Abu Daud 4140, dalamal-Irwa [6/203] al-Albani berkata: “Hasan dengan keseluruhan jalannya”)

Pakaian syar’i Wanita

Dalam menutup aurat, ada beberapa hal yang perlundi perhatikan. Menutup aurat tidak hanya di lakukan dengan asa menutup, melainkan sesuai dengan tuntunan syariat. Berikut adalah pakaian syari yang meski di gunakan dalam menutup aurat.

  1. Jilbab (Baju kurung)

Jilbab adalah baju kurung yang menjulur ke bawah dan menutupi seluruh aurat wanita. Dalam kehidupan sehari-hari, jilbab biasa di sebut sebagai jubah, gamis. Jilbab (Baju kurung) kebanyakan di salah artikan sebagai kerudung (penutup dada). Padahal Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan-mu dan istri-istri orang-orang mukmin, Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s Al-Ahzab : 59)

Allah Swt memerintahkan kepada Rasul-nya agar memerintahkan kepada kaum wanita yang beriman, khususnya istri-istri beliau dan anak-anak perempuan-nya . Mengingat kemuliaan yang mereka miliki sebagai ahli bait Rasulullah Saw hendaknya-lah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka agar mereka berbeda dengan kaum wanita Jahiliah dan budak-budak wanita.

  1. Kerudung (penutup dada)

Kerudung adalah kain yang menjulur dari kepala menutupi dada. Sebagaimana firman Allah Swt :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya.” (Q.s An-Nur : 31)

Ini adalah perintah dari Allah Swt ditujukan kepada kaum wanita mukmin, sebagai pembelaan Allah buat suami-suami mereka yang terdiri dari hamba-hamba-Nya yang beriman, serta untuk membedakan wanita-wanita yang beriman dari ciri khas wanita Jahiliah dan perbuatan wanita-wanita musyrik.

Disebutkan bahwa latar belakang turunnya ayat ini seperti yang disebutkan oleh Muqatil ibnu Hayyan, telah sampai kepada kami bahwa Jabir ibnu Abdullah Al-Ansari pernah menceritakan bahwa Asma binti Marsad mempunyai warung di perkampungan Bani Harisah, maka kaum wanita mondar-mandir memasuki warungnya tanpa memakai kain sarung sehingga perhiasan gelang kaki mereka kelihatan dan dada mereka serta rambut depan mereka kelihatan. Maka berkatalah Asma, “Alangkah buruknya pakaian ini.” Maka Allah menurunkan firman-nya : Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya.” (Q.s An-Nur : 31), hingga akhir ayat.

Sebagian besar dari mereka berdalilkan kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam Turmuzi melalui hadis Az-Zuhri dari Nabhan maula Ummu Salamah yang menceritakan kepadanya bahwa Ummu Salamah pernah bercerita kepadanya bahwa pada suatu hari dia dan Maimunah berada di hadapan Rasulullah Saw. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, “Ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah Ibnu Ummi Maktum. Ibnu Ummi Maktum masuk menemui Rasulullah. Kejadian ini sesudah Rasulullah Saw memerintahkan kepada kami agar berhijab. Maka Rasulullah Saw bersabda :

“احْتَجِبَا مِنْهُ”

”Berhijablah kamu berdua darinya!’

Maka saya (Ummu Salamah) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bukankah dia buta tidak dapat melihat kami dan tidak pula mengetahui kami?’ maka Rasulullah Saw bersabda :

“أَوَ عَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا؟ أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ”

”Apakah kamu berdua juga buta? Bukankah kamu berdua dapat melihatnya?’.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Pendapat Ulama Mahzab Terkait Hijab

Berikut pendapat-pendapat para ulama mazhab dalam kitab-kitab fiqih 4 mazhab. Lebih lagi, ulama 4 mazhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai hijab, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Berikut beberapa penjelasan ulama Mazhab terkait perkara jilbab.

Mazhab Hanafi

Pendapat mazhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika di khawatirkan menimbulkan fitnah. Asy Syaranbalali berkata :

وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار

“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami.“ (MatanNuurul Iidhah)

Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata :

وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة

“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki.” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)

Al Allamah Al Hashkafi berkata :

والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب

“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan.” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)

Al Allamah Ibnu Abidin berkata :

تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة

“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat.” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)

Al Allamah Ibnu Najiim berkata :

قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة

“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah.” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)

Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?

Mahzab Maliki

Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika di khawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.

  • Az Zarqaani berkata :

وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني

“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam boleh di nampak-kan dan dilihat oleh laki-laki lain, walau wanita tersebut masih mudah dan dengan tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram. Sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)

  • Ibnul Arabi berkata :

والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها

“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badan-nya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan).” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)

  • Al Qurthubi berkata :

قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها

“Ibnu Juwaiz Mandad ia adalah ulama besar Maliki berkata : Jika seorang wanita itu cantik dan di khwatirka wajah-nya dan telapak- telapak tangan-nya dapat menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajah-nya, jiaka dia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya.” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)

  • Al Hathab berkata :

واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح

“Ketahuilah, jika di khawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangan-nya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat.” (Mawahib Jaliil, 499)

  • Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas :

وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب

“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata : ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukum-nya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangan-nya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah.” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)

Mahzab Syafi’i

Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.

  • Asy Syarwani berkata :

إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ

“Wanita memiliki tiga jenis aurat.(1) Aurat dalam shalat, sebagaimana di jelaskan yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan.(2) Aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi yaitu seluruh tubuh termaksud wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad.(3) Aurat ketika berdua sama yang mahrom, sama seperti laki-laki seperti pusat dan paha.” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)

  • Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata :

غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن

“Maksud perkataan An Nawawi ‘ aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’. Ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan.” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)

  • Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata :

وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها

“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan.” (Fathul Qaarib, 19)

  • Ibnu Qaasim Al Abadi berkata :

فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا

“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah.” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)

  • Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata :

ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب

“Makruh hukum-nya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukum-nya melepaskan niqab (cadar).” (Kifaayatul Akhyaar, 181)

Mahzab Hambali

  • Imam Ahmad bin Hambal berkata :

كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر

“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya.” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)

  • Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata :

« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة

“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.” (Raudhul Murbi’, 140)

  • Ibnu Muflih berkata :

« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها

“Imam Ahmad berkata : ‘Maksud ayat tersebut adalah janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad) : ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan.” (Al Furu’, 601-602)

  • Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’, ia berkata :

« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها

“Kedua-nya yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lain-nya.” (Kasyful Qanaa’, 309)

  • Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata :

القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب

“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukum-nya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi.” (Fatawa Nurun ‘Alad)

Wallahu ‘Alam

Penulis : Mirna, Aktivis Dakwah Dan Pemerhati Umat

Hubungi Kami

Subscribe Channel Kami

Copyright © 2021 Simaq- Pusat Belajar Al Qur'an

Home

Wakaf

Program

Donasi

Sejarah

Visi & Misi

Management

Salam Pimpinan

Kontak Kami

Laporan

Tahsin

Tahfizh

Private

Event

Akademi

Galerry kegiatan