Oleh: Nurhaima Fakhrun Nisa’
Ketika fenomena hijrah kian memuncak, banyak yang berlomba-lomba untuk berubah. Hingga gelombang-gelombang itu kian meninggi setiap harinya. Berbagai macam fenomena hijrah sering kali mengejutkan kita, bahkan dengan penuh rasa syukur untuk turut mendoakan mereka agar istiqamah di jalan ketaatan yang menjadi pilihannya.
Mulai dari mereka yang tidak menutup aurat, hingga perlahan untuk berbenah menutupi aurat secara sempurna, meninggalkan transaksi riba, minum-minuman keras, Klub malam hingga melaksanakan sholat lima waktu di tambah puasa sunah, bersedekah dan membantu anak yatim, dsb.
Tak jarang dari mereka yang telah memutuskan untuk berhijrah selalu mendapatkan banyak gangguan, hujatan bahkan ancaman dari keluarga, kerabat dan lingkungan menjadi pemicu hilangnya semangat untuk Istiqamah.
Kadang ada yang dipaksa oleh keadaan untuk menanggalkan sebagian apa yang telah mereka kenakan, sebab lingkungan yang menjadi faktor utama akan hilangnya semangat ketaatan itu. Maka, ketika dihadapkan dengan berbagai problem di atas carilah tempat untuk menguatkan hijrah, selalu menghadiri majelis ilmu, menceritakan semua problem kepada guru untuk mendapatkan solusi.
Jalan kebajikan dalam berhijrah tak selamanya mulus. Selalu ada tantangan di tengah jalan yang menguji komitmen para pengembannya. Ketika memutuskan berhijrah tentu saja harus melawan arus yang ada. Seolah dunia menolak untuk berubah menjadi lebih baik karena masa lalu mereka. Untuk berhijrah memang dibutuhkan keberanian yang besar.
Rasulullah SAW bersabda :”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berhijrah (muhajir) itu?” Beliau menjawab, Dialah orang yang meninggalkan perkara yang telah Allah larang atas darinya”. (HR. Ahmad)
Tidak selamanya kita selalu bersemangat untuk menjalankan semua perintah Allah dengan taat untuk meninggalkan semua apa yang menjadi larangannya. Namun, ada saatnya mengalami rasa futur untuk meninggalkan apa yang menjadi kewajibannya. Banyak ujian yang menimpa. Ada yang diuji dengan materi, ada yang diuji dengan keluarga dan bahkan suami sekalipun. Maka tak ada pilihan, selain taat dan menuruti keinginan keluarga atau suami. Padahal jika dikatakan untuk taat “ Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Allah”.
Wallahu’alam Bis-Shawwab.